Museum secara kelembagaan masih belum dipahami secara kelembagaan oleh pihak pengambil keputusan. Museum sebagai pusat penyimpanan artefak terbesar dinegeri ini harus berjuang keras mengelola, merawat, dan melestarikan koleksi yang merupakan bukti material kebudayaan.
Sebagai produk kebudayaan, keberadaan museum di tanah air juga masih belum jadi magnet penarik minat apalagi rasa bangga masyarakat. Tentu tidak mengherankan bila kemudian permuseuman di Indonesia menjadi sorotan oleh Kemenko PMK melalui Asisten Deputi Warisan Budaya. Kemenko PMK menggelar Rapat Koordinasi Nasional Permuseuman Seluruh Indonesia untuk berkoordinasi sekaligus mensinkronkan serta mengendalikan berbagai program dengan kebijakan permuseuman punya banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk segera dibereskan, sebut saja misalnya masalah regulasi, kelembagaan, anggaran, Sumber Daya Manusia, benda koleksi, dan segala sarana - pra sarananya.
Maka, pada tanggal 7 - 8 mei 2018 di Kota Banda Aceh, Senin siang hingga selasa malam dilaksanakan dengan jadwal yang padat. Rakornas dibuka oleh Asisten I Gubernur Aceh bidang Pemerintahan, M. Ja’far, dan dihadiri oleh para kepala dinas kebudayaan, kepala museum anggota Asosiasi Museum Indonesia (AMI) dan Asosiasi Museum Indonesia Daerah (Amida).
Asisten Deputi Warisan Budaya, Kemenko PMK, Pamuji Lestari, dalam paparannya menegaskan kembali bahwa museum adalah bagian tidak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia, melalui SK Menko PMK No.20/2016 tentang Tim Koordinasi Pelestarian dan Pengelolaan Warisan Budaya dan Alam Indonesia terus mendorong sinergitas yang kuat berbagai program dan kegiatan 18 K/L dalam upaya menjaga kekayaan budaya Indonesia.
Untuk level daerah, dalam rakornas diketahui bahwa keberpihakan para pemerintah di daerah mulai dari bupati/walikota punya pengaruh yang sangat kuat terhadap keberlangsungan museum, khususnya yang milik daerah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya, kepedulian ngarso dalem sebagai kepala daerah berpadu manis dengan strategi inovatif serta sosialisasi efektif pengurus museum sehingga Warga Yogya sangat bangga dan gemar memgunjungi museum. Sementara untuk museum milik swasta, menurut Manajer Operasional Museum Angkut di Kota Batu, Malang, Jatim, Endang A Sabirin, harus punya tiga jelas yaitu jelas perencanaan, jelas pengarahan, dan jelas organisasional. “Media sosial sangat membantu kami dalam promosi yang sekaligus juga sosialisasi kepada calon pengunjung museum. Tapi yang terpenting adalah bagaimana membuat pengunjung terkesan lalu mereka mau bercerita kepada orang lain dan akhirnya menarik mereka untuk berkunjung juga,” kata Endang lagi.
Rakornas Permuseuman Indonesia kali ini turut menghadirkan pula Bapak Harry Widianto Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Museum Kemendikbud yang memaparkan tentang kebijakan dan tindak lanjut standarisasi museum di tanah air dan Bapak Eduard Sigalingging Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III Kemendagri yang memaparkan Pembagian Kewenangan Dalam Pengelolaan Museu Di Daerah Sesuai UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Sampai dengan tahun 2018 tercatat di Indonesia terdapat 435 museum yang dimiliki oleh K/L, Pemerintah Daerah, bahkan perorangan atau swasta. Sebagai lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan guna melayani masyarakat dengan tujuan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan atau sesuai dengan penjelasan PP 66/2015, museum di Indonesia saat ini dikelola dengan berbagai cara dan memiliki kondisi yang berbeda-beda.
Maka kemudian pemerintah melalui Kemendikbud mencoba standardisasi museum yang tujuannya untuk mengetahui kualitas pengelolaan museum; untuk meningkatkan kualitas pengelolaan museum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; dan sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengembangan dan pembinaan museum. Standardisasi museum baru dilakukan dua tahun setelah museum berdiri. Standardisasi museum yang telah berdiri sebelum PP 66/2015 dapat langsung dilakukan standardisasi. Mendikbud melalui Direktorat PCBM melaksanakan standardisasi museum dengan melibatkan narasumber yang terdiri dari unsur akademisi, praktisi, dan komunitas. Penilaian standardisasi museum dilakukan dengan cara visitasi ke museum sesuai dengan instrument standardisasi. Hasil standardisasi yang akan diberikan kepada suatu museum antara lain Nilai akhir 86,66 – 100 atau Tipe A (amat baik); Nilai akhir 73,33 – 86,65 atau Tipe B (baik); dan Nilai akhir 60 – 73,32 atau Tipe C (cukup). Hasil penilaian akan disampaikan kepada museum yang bersangkutan dalam bentuk surat dan sertifikat.
Tahun 2017, hasil standardisasi museum telah menjangkau 104 museum yang terdiri atas Tipe A (Sangat Baik) sebanyak 26%; Tipe B (Baik) 29%; dan Tipe C (Cukup) 45%. Adapun target standardisasi museum di tahun 2018 sebanyak 150 museum dan 2019 sebanyak 181 museum. Ke depan, standardisasi museum akan dilakukan dengan cara evaluasi museum setiap tiga tahun dengan penetapan standar penilaian yang meningkat serta adanya pembinaan.
Selain standardisasi, Direktorat PCBM Kemendikbud juga melakukan revitalisasi museum yang maksudnya adalah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsinya sehingga museum dapat menjadi tempat yang dirasakan sebagai kebutuhan untuk dikunjungi. Revitalisasi ini selanjutnya meliputi aspek fisik, manajemen, program, pencitraan, kebijakan, dan jaringan.
Dalam Pemaparan Bapak Eduard Sigalingging Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III Kemendagri mengenai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah disempurnakan sebanyak dua kali. Penyempurnaan yang pertama dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal menarik dari diskusi ini, moderator langsung di ambil alih oleh Asisten Deputi Warisan Budaya, Kemenko PMK, Pamuji Lestari. Kemudian seluruh peserta dipersilahkan mengajukan pertanyaan secara singkat kepada narasumber tapi yang terjadi peserta banyak berkeluh kesah dan prihatin terhadap keputusan mengabungkan dan menurunkan status kelembagaan museum. Kondisi inilah membuat museum berada di titik nadir secara kelembagaan.
Akhirnya, rakornas ditutup dengan sejumlah rekomendasi yang harus ditindak lanjuti oleh Kemendibud dan Kemendagri khususnya mengenai kelembagaanyang ada di Pemerintah Daerah dan tentunya dengan pengawalan dari Kemenko PMK sebagai koordinasi demi kemajuan permuseuman di Indonesia (ivan).